ASSALAMUALAIKUM

ASSALAMUALAIKUM

Selasa, 15 Juni 2010

kecemburuan wanita dan hikmah poligami bagian 3

Betapapun kamu ditimpa suatu musibah di dunia ini, tidak ada artinya kalau disbanding dengan keselamatan dienmu (imanmu), hendaknya kamu banyak berdo’a. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

﴿وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ﴾

“Dan Rabbmu berfirman: ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu…’” (Ghaafir: 60)

Hendaknya kamu berusaha melawan perasaan yang muncul di hatimu untuk menyusahkan madumu, padahal ia seorang wanita seperti kamu juga maka untuk apa kamu engkau sampai pada perbuatan itu? Dan kalau kita mau berpikir wahai para wanita, tentulah kita tidak akan menyibukkan diri kita dengan hal itu. Padahal kecemburuan seperti ini juga muncul pada istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah dilebihkan oleh Allah melalui firman-Nya:

﴿يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ﴾

“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa.” (Al-Ahzab: 32)

Sebagai contoh kecemburuan mereka adalah pada hadits yang telah lalu. Juga dalam Shahihain dari hadits ‘Aisyah, ia berkata:

“Tidaklah aku cemburu pada seseorang dari istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya sekalipun. Akan tetapi beliau sering sekali menyebutnya, dan sering kali beliau menyembelih kambing kemudian memotongnya sebagian dan diberikan kepada teman-teman Khadijah maka aku katakana: ‘Seolah-olah tidak ada di dunia ini kecuali Khadijah.’ Maka beliau jawab: ‘Sesungguhnya ia dahulu ada dan darinya aku mempunyai anak.’”

Berkata Al-Iman Bukhari rahimahullah (7/134): “Dan berkata Isma’il bin Khalil, ia berkata telah mengabarkan kepada kami ‘Ali bin Musher dari Hisyam dari bapaknya dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

“Halah binti Khuwailid -saudaranya Khadijah- meminta izin menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau mengenal minta izin (saudaranya) Khadijah, maka beliau gembira karena itu dan mengatakan: ‘Ya Allah (ternyata) engkau Halah.’ Ia (’Aisyah) berkata: ‘Maka aku menjadi cemburu, lalu aku katakan: ‘Engkau tidak menyebut seorang tua dari orang tua Quraisy yang merah kedua sudut mulutnya, sehingga Allah telah menggantinya dengan yang lebih baik.””

Dan makna merah kedua sudut mulutnya adalah kinayah dari ompong gigi-giginya, ini dikatakan oleh Al-Hafizh dan juga An-Nawawi serta lainnya. Sedangkan perkataan ‘Aisyah pada hadits yang sebelumnya: “Tidaklah aku cemburu…”, berkata Al-Hafizh (7/136): “Padanya terdapat kepastian adanya sikap cemburu, dan itu bukan sesuatu yang diingkari bila terjadi pada wanita-wanita yang mulia, lebih-lebih selain mereka.”

Berkata Al-Imam Bukhari (9/310): “Telah bercerita kepada kami Abu Nu’aim, ia berkata telah bercerita kepada kami ‘Abdul Wahid bin Aiman, ia berkata telah berkata kepadaku Ibnu Abi Mulaikah dari Al-Qasim dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika hendak safar beliau mengundi di antara istri-istrinya kemudian undian itu jatuh kepada ‘Aisyah dan Hafshah. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila tiba waktu malam beliau (biasa) berjalan bersama ‘Aisyah sambil berbincang-bincang, maka berkatalah Hafshah: ‘Maukah kamu malam ini naik tungganganku dan aku menaiki kendaraanmu, kamu melihat dan aku melihat (pemandangan yang berbeda -ed)?’ ‘Aisyah berkata: ‘Tentu.’ Maka naiklah ia dan datanglah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke onta ‘Aisyah yang di atasnya terdapat Hafshah, beliau memberinya salam, kemudian berjalan sehingga sampai ke suatu tempat dan ‘Aisyah kehilangan beliau. Ketika mereka turun, ‘Aisyah letakkan kedua kakinya di antara al-idzkhir, dan berkata: ‘Wahai Rabbku, aku mampu (menahan sakit disengat) kalajengking atau seekor ular, (tetapi) aku tidak mampu untuk mengatakan sesuatupun kepada beliau (karena cemburu).’

Demikian pula cemburu yang dijumpai pada wanita selain mereka dari kalangan shahabat yang mempunyai keutamaan. Berkata Al-Imam An-Nasai (6/69): “Telah mengabarkan kepada kami Ishaq bin Ibrahim, ia berkata telah bercerita kepada kami An-Nadhr, ia berkata telah bercerita kepada kami Hammad bin Salamah dari Ishaq bin ‘Abdullah dari Anas mereka mengatakan:

يا رسول الله ألا تتزوَّج من نساء الأنصار. قال: ((إِنَّ فِيهِمْ لَغَيْرَةً شَدِيدَةً))

“Wahai Rasulullah tidakkah engkau menikahi wanita Anshar?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya pada mereka ada kecemburuan yang sangat besar.” Hadits ini shahih.

Sedangkan terjadinya kecemburuan pada kita sangat lebih memungkinkan, maka yang wajib (bagi kita) adalah bersabar. Bahkan termasuk buah keimanan terhadap taqdir adalah sikap sabar sebagaimana dikatakan oleh Ayahanda dan syaikh (guru)-ku dalam kitabnya Al-Jami’ Ash-Shahih fil Qadar. Dan perbuatan Allah ‘Azza wa Jalla semuanya mengandung hikmah, sedangkan hikmah itu kadang nampak dan terkadang tidak nampak.
Di antara hikmah beristri lebih dari satu (poligami):

1. Dengan banyaknya istri akan memperbanyak keturunan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

((تَنَاكَحُوا تَنَاسَلُوا؛ فَإِنِّي مُبَاةٍ بِكُمُ الأُمَمَ))

“Menikahlah kalian dan buatlah keturunan karena aku berbangga dengan kalian di depan umat-umat yang lain.”

2. Terkadang wanita itu ada yang mandul tidak bisa beranak, maka manakah yang lebih utama? Apakah mencerainya atau tetap bersamanya menikah lagi, manakah yang lebih utama? Membiarkan suami tanpa keturunan atau dia menikah lagi? Jawabnya, yang lebih utama adalah tetap bersamanya dan membiarkannya menikah lagi.

3. Wanita pada saat nifas dan haidnya seringkali suami tidak bisa sabar menahan sehingga akan menyeretnya pada sesuatu yang haram, dan jalan keluar dari masalah ini adalah dengan suami menikah lagi.

4. Kadang pada wanita ada beberapa aib (kekurangan) maka yang lebih utama adalah suami menikah lagi dan tidak menceraikannya.

5. Bisa jadi wanita seringkali sakit, maka yang lebih utama adalah suami menikah lagi dan tidak menceraikannya, atau mungkin ia sabar atas istrinya akan tetapi dia tidak kasihan terhadap dirinya.

6. Banyaknya istri (poligami) akan mempererat hubungan beberapa keluarga. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا

“Dan Allah (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah2 dan adalah Rabbmu Maha Kuasa.” (Al-Furqan: 54)

7. Seorang wanita itu harus ada orang yang memenuhi kebutuhan-kebutuhannya berupa nafkah dan lainnya, maka dengan poligami seorang suami yang akan melaksanakan hal itu. Dan ilmunya berada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar