ASSALAMUALAIKUM

ASSALAMUALAIKUM

Selasa, 15 Juni 2010

kecemburuan wanita dan hikmah poligami bagian 2

Imam Bukhari rahimahullah mengatakan (5/393): “Telah bercerita kepada kami ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah, ia berkata telah bercerita kepada kami Sulaiman bin Bilal dari Tsaur bin Zaid Al-Madini dari ‘Abdul Ghaits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

((اجْتَنِبُوا السَّبْعَ المُوبِقَاتِ)) قَلوا: يا رسول الله! وَمَا هنَّ؟ قال: (( الشِرْكُ بِاللهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلا بِالحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ اليَتِيْمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ المُحْصَنَاتِ المُؤْمِنَات الغَافِلاتِ))

“Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan.” Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apa gerangan (yang tujuh) itu?” Beliau menjawab: “(Yaitu) menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang haq, makan riba, makan harta anak yatim, melarikan diri dari peperangan, menuduh wanita baik-baik yang lengah lagi beriman (berbuat zina).”

Berkata Al-Hakim rahimahullah (4/217): “Telah bercerita kepada kami Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Abdullah Az-Zahid Al-Ashbahani, ia berkata telah bercerita kepada kami ‘Ubaidillah bin Musa, ia berkata telah bercerita kepada kami Israil dari Maisarah bin Habib dari Al-Minhal bin Amir dari Qais bin As-Sakan Al-Asadi, ia berkata: “Masuklah ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ke tempat seorang wanita (salah satu keluarganya) dan dia melihatnya memakai jimat dari al-hamrah. Lalu ‘Abdullah bin Mas’ud memotongnya dengan keras dan mengatakan: “Sesungguhnya keluarga ‘Abdullah tidak butuh pada syirik. Dan mengatakan: ‘Termasuk perkara yang kami jaga dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (adalah sabdanya):

((أَنَّ الرُّقَى وَالتَّمَاإِمَ وَالتِّوَلَةَ مِنَ الشِرْكِ))

“Sesungguhnya mantera-mantera, dan tamaim/jimat dan tiwalah1 adalah syirik.” Hadits ini hasan sebagaimana dalam Ash-Shahihul Musnad (2/18).

Dan dalil-dalil lainnya yang menunjukkan kekufuran penyihir, bahwasanya diharamkan untuk melakukan apapun dari perbuatan tukang sihir, dan seorang tukang sihir tidak mungkin belajar sihir kecuali dengan perantaraan para setan. Kemudian mudharat (keburukan) dan manfaat datangnya dari Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yunus: 107)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Katakanlah: ‘Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?’ Katakanlah: ‘Cukuplah Allah bagiku.’ Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.”

Juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

﴿وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلا ۖ كَاشِفَ لَهُ إِلا هُوَ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ﴾ [الأنعام: ١٧]

“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tipa-tiap sesuatu.” (Al-An’am: 17)

Dan dalam ayat lainnya:

“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya, dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Fathir: 2)

Jadi, mudharat dan manfaat adalah di tangan Allah. Maka orang yang menggunakan sihir, jika dia berkeyakinan bahwa dia bisa menimbulkan mudharat atau mendatangkan manfaat di samping Allah maka diakafir, karena ia mendustakan Al-Qur’an. Dan jika tidak berkeyakinan seperti itu, akan tetapi menggunakannya sebagai sebab, maka itu adalah suatu bentuk kesesatan, karena yang boleh dijadikan sebab aalah perkara yang mubah. Dan jika engkau melakukan hal itu berarti engkau telah mendahulukan kehidupan dunia di atas kehidupan akhirat. Barangsiapa yang lebih menyukai kehidupan dunia di atas kehidupan akhirat maka ia sesat dengan kesesatan yang nyata. Dan ia rugi dunia serta akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).” (An-Nazi’at: 37-39)

Dan Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keutungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat.” (Asy-Syura: 20)

Oleh sebab itu waspada dan berhati-hatilah dari kecelakaan besar ini, jangan sampai setan memperdayamu hanya karena ingin mendapatkan kelezatan dunia dan kesenangan yang bakal sirna yang akhirnya kamu terjerumus ke dalam kekufuran. Hanya Allah satu-satunya tempat berlindung.

Maka demi Allah wahai wanita, para hamba Allah, suamimu tidak akan memberi manfaat bagimu dan hisablah dirimu sendiri sebelum engkau dihisab. Dan tidak jarang hal itu mendorong sebagian wanita berangan-angan seandainya poligami (beristri lebih dari satu) tidak pernah disyari’atkan. Sedangkan yang lain, hal tersebut mungkin membuatnya benci kepada syari’at karena dibolehkannya poligami (bagi pria). Adapula yang barangkali mengharapkan suaminya mati saja, jika dia ingin beristri lagi. Dan berapa banyak yang seperti ini!!

Sebagian wanita lainnya tidak dapat berbuat apa-apa (tidak melakukan pertentangan ketika suaminya kawin lagi, -pent.), akan tetapi lisannya selalu menyerang madunya dengan cacian, ghibah, dan namimah, maka kepada Allah satu-satunya tempat bagi kita untuk minta pertolongan.

Adapun wanita yang beriman sikapnya terhadap masalah ini adalah mengakui dan menyadari bahwa apa yang ada, dan terjadi di alam ini adalah taqdir/ketetapan Allah ‘Azza wa Jalla. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

﴿وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَّقْدُورًا﴾

“Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” (Al-Ahzab: 38)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

﴿إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ﴾

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Al-Qamar: 49)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar